Di tengah nonton film "Infinity War", sempat terfikirkan, Thanos ini pasti pelaku 'suluk' yang ga main-main. Salikin bertaraf intergalaksi. 'Sufi' akbar yang telah mengenal 'diri'nya, dan all out menempuh 'peran'nya dengan sangat dramatis. Peran yang menjadi 'dharma' dalam meniti takdirnya.
Layaknya peran yang disangga Bhisma untuk setia pada sumpahnya mengawal singgasana Hastinapura, meski hatinya selalu terpaut pada cucu Pandawanya. Mirip pula dengan gejala peran Sang 'Kanzul Jannah' Azazil untuk melakoni drama abadi sebagai Iblis yang dilaknat, meski konon dia adalah makhluk yang hampir sempurna kema'rifatannya. Juga sebenarnya peran-peran segala jenis ciptaan untuk menduduki fungsinya dalam konstelasi sunnatullah. Hanya saja bagi kita, ciptaan khusus yang dibekali kesadaran, naluri, dan akal, peran-peran yang bertolak belakang dengan 'common sense' selalu terlihat buruk dan wajib dibasmi. Padahal justru tanpa adanya peran-peran itu, dilektika kehidupan tidak akan terjadi. Contoh kecil saja, kita sering menyangka singa itu kejam lantaran menerkam rusa sebagai mangsa buruan. Namun jika peran singa diubah menjadi makhluk vegetarian, ekosistem akan gagal berjalan. Dan itu lebih kejam.
Balik lagi ke Begawan Thanos, peran yang disangganya sebagai 'agen penyeimbang' semesta, memaksanya melakukan segala hal meski bertentangan dengan nuraninya. Termasuk mengorbankan putri yang dicintainya demi berjalannya peran itu. Sayangnya dia bukan baginda Ibrahim, karena pasti sang putri sudah ditukar menjadi kambing. Maka makin menderitalah dia karena kehilangan apa yang dicintainya. Di sinilah menurutku sebenarnya letak dharma. Hal yang harus kita lakukan, bagaimanapun caranya. Terlepas dari motif suka dan tidak suka. Juga tidak ada urusan dengan adanya upah, reward, imbalan dan balas jasa, atau transaksi yang bersifat profesional lainnya.
Pertanyaan pentingnya, jalan dharma manakah yang harus kita tempuh dalam hidup ini? Setiap kita buta akan takdir masing-masing. Dalam kebutaan itu, peran yang mana yang mesti kita ambil? Maka lagi-lagi ini berkaitan tentang pengenalan 'diri' dan juga kedaulatan untuk bisa menjadi diri sendiri. Kalau engkau "kambing", maka berperanlah sebagai "kambing". Jangan berlaku menjadi "ayam", "singa", atau yang lain. Bekal berupa watak, bakat, pengalaman-pengalaman yang telah dilalui, minat dan ketertarikan pada bidang-bidang apa saja, 'blend' dengan kondisi dan lingkungan yang bagaimana, juga apapun saja yang menjadikanmu autentik sebagai dirimu. Terbuka terhadap apa saja yang 'menampakkan diri' dan 'ditimpakan' kepadamu. Nampaknya seumur hidup pun akan selalu berkutat pada pencarian ini. Karena bisa jadi dharma itu adalah pengenalanmu terhadap dirimu sendiri.
مَنْ عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ رَبَّهُ
"Siapa yang mengenal dirinya, maka akan mengenal Rabb-nya"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar